RISDEM, Cianjur - Lahirnya
peradaban Islam modern ditandai dengan lahirnya tokoh-tokoh besar yang
mengusung pembaharuan Islam. Diawali dari berbagai pemikiran Ibnu Taimiyah masa
abad pertengahan yang memantik lahirnya kesadaran pembaharuan bagi tokoh
lainnya. Pemikiran pembaharuan Islam selanjutnya kian dikembangkan oleh tokoh
besar lainnya, seperti Ali Pasya, Rifa'ah Baidawi, akhir abad 18 hingga awal
abad 19. Kedua tokoh ini telah melakukan gerakan pembaharuan misalnya mengirim
siswa ke Eropa untuk belajar dan kemudian mendirikan pendidikan modern di
Mesir.
Pendahuluan
Peradaban
Islam telah mengalami perkembangan yang sangat signifikan sejak abad ke-7
hingga masa kontemporer, mencakup berbagai aspek, mulai dari kebudayaan, ilmu
pengetahuan, seni, hingga peradaban politik dan sosial. Saya akan mencoba merangkumnya
dalam cakupan besar:
Abad
ke-7 hingga ke-14 (Periode Klasik):
1. Pertumbuhan Kekuasaan Politik: Dalam
periode ini, kekuasaan politik Islam berkembang pesat, mulai dari kekhalifahan
Umayyah dan Abbasiyah, dengan pusat-pusat kekuasaan di Damaskus, Baghdad, dan
Kairo. Ini adalah masa keemasan Islam dalam bidang ilmu, khususnya dalam
periode Abbasiyah.
2. Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan: Terjadi
ledakan aktivitas intelektual. Pusat- pusat ilmu seperti Perpustakaan Besar
Baghdad dan peran ilmiah Muslim dalam matematika, astronomi, filsafat,
kedokteran, dan seni berkembang pesat. Karya- karya Aristoteles dan klasik
Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.
3. Pengembangan Arsitektur: Berkembangnya arsitektur
Islam, terutama dengan peningkatan bangunan-bangunan monumental seperti
Masjidil Haram di Mekah dan Masjid Nabawi di Madinah.
Abad
ke-15 hingga Abad ke-18 (Masa Kekaisaran dan Renaisans Islam):
4. Kekaisaran Ottoman: Kekuatan politik
besar di dunia Islam adalah Kesultanan Utsmaniyah yang mencapai puncaknya pada
masa keemasan di bawah pemerintahan Sultan Suleiman yang Agung.
5. Kesusastraan, Seni, dan Kebudayaan:
Periode ini menandai perkembangan sastra, seni, dan kebudayaan yang luar biasa.
Karya seni Islam, sastra Sufi, dan perkembangan tari, musik, dan arsitektur
mencapai puncaknya.
Abad
ke-19 hingga Masa Kontemporer (Masa Kolonialisme dan Modernisasi):
6. Pengaruh Kolonialisme: Kolonialisasi
Eropa di dunia Islam menyebabkan penurunan kekuatan politik dan ekonomi di
banyak wilayah, membawa perubahan besar dalam struktur sosial dan politik.
7. Modernisasi dan Perkembangan Intelektual:
Muncul gerakan modernisasi dan reformasi dalam Islam, terutama pada abad ke-19
dan awal abad ke-20. Intelektual Islam seperti Muhammad Abduh dan Jamal al-Din
al-Afghani memimpin gerakan pembaruan Islam.
8. Perkembangan Negara-Negara Islam Kontemporer:
Setelah periode dekolonisasi, negara-negara baru yang merdeka di dunia Islam
mengalami perkembangan politik, ekonomi, dan sosial yang beragam.
9. Tantangan Kontemporer: Dunia Islam
dihadapkan pada tantangan besar seperti konflik politik, ketegangan
antar-etnis, perubahan sosial, dan adaptasi terhadap globalisasi.
Perkembangan
peradaban Islam sejak abad ke-7 hingga masa kontemporer sangat beragam dan
dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk faktor politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Perubahan ini telah membentuk peta dunia Islam yang kita kenal saat
ini.
Pembahasan
1. Reaksi Pemikiran Islam Terhadap
Globalisasi
Diambil
dari peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah. Faktanya,
ilmuwan banyak terkooptasi oleh peradaban Barat. Bahkan memaksakannya sebagai
pandangan hidup. Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari
kebudayaan yang maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang
mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di
dunia ini yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing.
Ketika peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah
meminjam konsep-konsep penting dalam Islam. Akan tetapi, tidak berarti bahwa
semua kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap
kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri
yang disebut dengan worldview (pandangan hidup).
Seiring
berkembangnya zaman, Islam pun turut berkembang, disebabkan adanya pemikiran
Islam terhadap globalisasi, diantara pemikiran Islam yaitu: tradisionalis,
modernis dan revivalis-fundamentalis. Yang masing-masin memiliki pemikiran dan
tujuan yang berbeda. Sebagai manusia yang telah dianugerahi akal oleh sang
pencipta, patutlah menjadikan akal yang selalu berfikir dan tidak kaku. Apalagi
sebagai umat Islam harus pintar dan cerdas mengamalkan ajaran Islam yang sesuai
dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Menurut
Jamal al-Din al-Afghani, seorang Persia dan Muh Abduh, seorang reformis Muslim
Mesir Abdurrahman (1995: 63), berpendapat bahwa faktor utama yang menyebabkan
keterbelakangan umat Islam dibandingkan dengan negara- negara Barat adalah
kenyataan bahwa sejak abad ke-9, pintu ijtihad ditutup oleh para ulama. Hal
inilah yang menghalangi kemungkinan ditemukannya Al-Qur'an dan Sunnah, belum
lagi fakta bahwa umat Islam telah lalai dalam melestarikan beberapa bidang ilmu
yang bermanfaat.
Pada
saat yang sama, Sayid Ahmad Khan, seorang reformis India, menegaskan dalam
Abuddin Nata (378-380) bahwa untuk mencapai kemajuan, seseorang harus percaya
bahwa hukum alam dan wahyu Al-Qur'an tidak bertentangan satu sama lain, karena
keduanya berasal dari Tuhan dan perlu adanya penghapusan atau meninggalkan
Pemahaman taklid dan digantikan dengan pemahaman ijtihad. Yang menjadi
pertanyaan apakah budaya yang dilakukan oleh para pendahulu kita ini sudah
sesuai dengan ajaran Islam yang sebenarnya, seperti budaya perayaan yang
dikaitkan dengan tanggal lahir, misalnya : tingkeban, brokokan, pasar, pitonan,
telonan, selapan dan tahunan.
Selain
itu, masih banyak budaya lain yang diciptakan oleh masyarakat masa lalu, bahkan
saat ini masih banyak komunitas Muslim yang mempraktikkan budaya tersebut.
Meski
sudah modern, sebagian dari mereka masih belum mau melepaskan budaya
leluhurnya. Karena mereka percaya budaya harus dilestarikan, meskipun banyak
organisasi tidak setuju dengan praktiknya. Misalnya: Muhammadiyah dan Persis
yang berusaha melakukan reformasi dengan membebaskan masyarakat dari pengaruh
non-Islam, namun gerakan ini ditentang oleh kaum Nahdliyyin yang tetap bertekad
melestarikan budaya leluhurnya.
2. Islam Modernis dan Dunia Kontemporer
Kata
modernisme tidak hanya berarti orientasi kepada kemoderenan, tetapi merupakan
sebuah terminologi khusus yang intinya adalah memodernisasi pemahanan agama.
Modernisme meyakini bahwa kemajuan ilmiah dan budaya modern membawa konsekuensi
reaktualisasi berbagai ajaran keagamaan tradisional mengikuti disiplin
pemahaman filsafat ilmiah yang tinggi. Di sisi lain, modernisme adalah sebuah
gerakan yang begerak secara aktif untuk melumpuhkan prinsip-prinsip keagamaan
agar tunduk kepada nilai-nilai, pemahaman, persepsi, dan sudut pandang Barat.
Modernisme
Islam adalah sebuah pergerakan yang mencoba merukunkan agama Islam dengan
nilai-nilai modern dari Barat seperti nasionalisme, demokrasi, hak-hak sipil,
rasionalitas, kesetaraan, dan perjuangan sosial. Gerakan ini dapat berupa
peninjauan secara kritis terhadap konsep-konsep lama dan metode-metode fiqih,
serta penggunaan pendekatan tafsir yang baru. Pergerakan ini merupakan salah
satu pergerakan Islam pertama yang muncul pada pertengahan abad ke-19 sebagai
tanggapan terhadap perubahan pesat yang terjadi akibat dominasi Barat terhadap
dunia Muslim. Para pendirinya meliputi Muhammad Abduh, seorang syeikh di
Universitas Al-Azhar, dan Jamaluddin al-Afghani.
Tokoh-tokoh
gerakan modernisme Islam pertama memakai istilah "salafiyya" untuk
menyebut upaya mereka untuk membaharui pemikiran Islam, tetapi "gerakan
salafiyya" sangatlah berbeda dengan aliran yang kini disebut Salafiyah.
Modernisme
tidak sama dengan sekularisme karena para pendukungnya masih merasa bahwa agama
memiliki peranan yang penting dalam kehidupan bernegara, sementara Salafiyah
dan Islamisme juga bertolak belakang dengan modernisme Islam karena tokoh-
tokoh modernis menerima lembaga dan nilai-nilai dari Eropa. Adapun Pemikiran
Islam Kontemporer adalah Pemikiran Islam yang berkembang pada masa modern (Abad
ke-19) hingga sampai saat ini. Ciri dari Islam Kontemporer yaitu berkembangnya
metode pemikiran baru dalam menafsirkan Al-Qur’an dan peradaban Islam.
Pengertian
Islam secara bahasa artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam
terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar
“selamat” (Salama). Sedangkan Kontemporer artinya dari masa atau waktu ke
waktu. Menurut istilah, islam kontemporer adalah gagasan untuk mengkaji islam
sebagai nilai alternatif baik dalam perspektif interprestasi, tekstual maupun
kajian kontekstual mengenai kemampuan islam memberikan solusi bari kepada
temuan- temuan di semua dimensi kehidupan dari masa lampau hingga sekarang.
Pemikiran
Islam kontemporer umumnya ditandai dengan lahirnya suatu kesadaran baru atas
keberadaan tradisi di satu sisi dan keberadaan modernitas di sisi yang lain,
serta bagaimana sebaiknya membaca keduanya. Maka “tradisi dan modernitas”
merupakan isu pokok dalam pemikiran Islam kontemporer.
● Hakikat dan Corak Pemikiran Kontemporer
dalam Modernis
Moderinis
yaitu model pemikiran yang hanya mengakui sifat rasional ilmiah dan menolak
kecenderungan mistik. Menurutnya, tradisi masa lalu sudah tidak relevan,
sehingga harus ditinggalkan. Karakter utama gerakannya adalah keharusan
berpikir kritis dalam soal keagamaan dan kemasyarakatan. Mereka ini biasanya
banyak dipengaruhi cara pandang marxisme. Meski demikian, mereka bukan sekuler.
Sebaliknya,
mereka bahkan mengkritik sekuler selain salaf. Menurutnya,
kaum
sekuler telah bersalah karena berlaku eklektif terhadap Barat, sedang kaum
salaf bersalah menempatkan tradisi klasik pada posisi sakral dan shalih likulli
zaman wa makan. Sebab, kenyataannya, tradisi sekarang berbeda dengan masa lalu. Modernis menjadikan orang lain
(Barat) sebagai model, sedang salaf menjadikan masa lalu sebagai model.
Keduanya sama-sama ahistoris dan tidak kreatif, sehingga tidak akan mampu
membangun peradaban Islam ke depan.
● Kecenderungan Dalam Model Pemikiran
Islam Kontemporer dalam Modernis
Kata
modern, modernisme, modernisasi, modernitas, dan beberapa
istilah yang terkait dengannya, selalu dipakai orang dalam ungkapan
sehari-hari. Karena perubahan makna yang terdapat di dalamnya, istilah-istilah
ini seringkali memiliki makna yang kabur. Modern adalah sebuah istilah
korelatif, yang mencakup makna baru lawan dari kuno, innovative sebagai lawan
tradisional. Meskipun demikian, apa yang disebut modern pada suatu waktu dan
tempat, dalam kaitannya dengan budaya,tidak akan memiliki arti yang sama baik
pada masa yang akan datang atau dalam konteks yang lain.
Bagi
muslim modernis, Islam memberikan dasar bagi semua aspek kehidupan manusia di
dunia, baik pribadi maupun masyarakat, dan yang dipandang selalu sesuai dengan
semangat perkembangan. Oleh karena itu, bagi kaum modernis tugas setiap muslim
adalah mengimplementasikan semua aspek ajaran Islam dalam kehidupan nyata.
Dasar pandangan ini dibentuk oleh satu keyakinan bahwa Islam memiliki watak
ajaran yang universal. Universalitas ajaran Islam ini dilihat dari sapekisi
mencakup semua dasar norma bagi semua aspek kehidupan, baik yang berkaitan
dengan persoalan ritual maupun sosial, dari aspek waktu, Islam berlaku
sepanjang masa, dilihat dari aspek pemeluk, Islam berlaku untuk semua umat
manusia tanpa memandang batasan etnik maupun geografis.
Di
antara ciri dari gerakan Islam modern adalah menghargai rasionalitas dan nilai demokratis. Semua anggota memiliki hak
yang sama dan semua tingkat kepemimpinan dipilih tidak diangkat. Tidak ada
perbedaan antara warga biasa dan ulama menyangkut hak dan kewajiban organisasi.
Gerakan ini di Indonesia memiliki pengaruh kuat di kalangan kelas menengah
kota, mulai dari pengrajin, pedagang, seniman sampai para professional. Sebagai
sebuah fenomena kota, di antara karakteristik gerakan ini adalah "melek
huruf", yang pada akhirnya ciri ini menuntut adanya pendidikan. Sehingga
pendidikan merupakan program yang paling utama.
3. Revivalis Fundamentalis
Jika
pada abad klasik Eropa kagum melihat peradaban Islam, sebaliknya pada masa abad
modern, Islam yang kagum melihat peradaban Eropa. Islam pada abad pertengahan
telah memiliki orientasi peradaban yang berkutat kepada urusan agama dan tuhan
serta mengesampingkan kehidupan riil di dunia. Para tokoh pembaharu Islam
menyadari bahwa imperialisme Eropa terhadap peradaban Islam disebabkan
keterbelakangan umat Islam dalam pendidikan, teknologi, sosial, politik, dan
ekonomi. Sebab-sebab tersebut kemudian melahirkan kesadaran bahwa Islam harus
bangkit supaya tidak selalu ditekan oleh bangsa Eropa melalui perubahan cara
pandang Islam. Sejak itu Islam mulai diarahkan untuk rasional-ilmiah supaya
dapat memecah masalah di kehidupan riil, baik dari pendidikan, sosial, politik,
dan ekonomi, tanpa menghilngkan sisi religusnya. Salah satu upaya untuk
menegaskan gerakan tersebut, melalui pemantapan ideologi dalam bidang
pendidikan dan organisasi.
Sebagai
ideologi gerakan Islam kontemporer, fundamentalisme mewujudkan diri dalam
beragam bentuk, dan berkaitan erat dengan orientasi ideologi lain, seperti
revivalisme, Islamisme (neo-fundamentalisme) dan radikalisme. Sekalipun pada
mulanya fundamentalisme lebih menunjukkan watak keagamaan, ia kemudian lebih
dipahami sebagai bentuk ekspresi Islam yang berdimensi politik. Hal ini mudah
dipahami karena dalam perkembangannya fundamentalisme mewujudkan diri dalam
bentuk kegiatan atau gerakan politik, yang bahkan seringkali bersifat radikal
atau militan, melawan rejim penguasa sekular, atau berjuang untuk membangun
system kenegaraan yang didasarkan pada syari‘ah (Islam).
Meskipun
istilah fundamentalisme, revivalisme, Islamisme dan radikalis sering digunakan
secara bergantian untuk maksud penyederhanaan (simplifikasi), kebanyakan
sarjana mencoba melakukan identifikasi terhadap karakteristik masing- masing
gerakan atau orientasi ideologinya. Para sarjana, seperti akan disebutkan,
biasanya merujuk kepada gerakan-gerakan
atau pemikir-pemikir Muslim yang memiliki kaitan dan afiliasi dengan gerakan
Islam kontemporer tertentu di dunia Islam, seperti kawasan Timur Tengah, Afrika
Utara, Indo-Pakistan dan Asia Tenggara. Mereka menemukan adanya beberapa
karakteristik umum (common characteristics) sekaligus keunikan (peculiarities)
dari pelbagai gerakan “fundamentalisme” Islam.
Istilah
fundamentalisme muncul dari luar tradisi sejarah Islam, dan pada mulanya
merupakan gerakan keagamaan yang timbul di kalangan kaum Protestan di Amerika
Serikat pada 1920-an. Menilik asal-usulnya ini, kita dapat mengatakan bahwa
fundamentalisme sesungguhnya sangat tipikal Kristen.
Namun,
terlepas dari latar belakang Protestan-nya, istilah fundamentalisme sering
digunakan untuk menunjuk fenomena keagamaan yang memiliki kemiripan dengan
karakter dasar fundamentalisme Protestan. Karena itu, kita dapat menemukan
fenomena pemikiran, gerakan dan kelompok fundamentalis di semua agama, seperti
fundamentalisme Islam, Yahudi, Hindu, dan Budhisme. Dalam hal ini, selain
fundamentalisme tidak terbatas pada agama tertentu, dalam faktanya ia juga
tidak hanya muncul di kalangan kaum miskin dan tidak terdidik. Fundamentalisme
dalam bentuk apapun bisa muncul di mana saja ketika orang- orang melihat adanya
kebutuhan untuk melawan budaya sekular(godless), bahkan ketika mereka harus
menyimpang dari ortodoksi tradisi mereka untuk melakukan perlawanan itu.
Salah
satu karakteristik atau ciri terpenting dari fundamentalisme Islam ialah
pendekatannya yang literal terhadap sumber Islam (al-Qur’an dan al-Sunnah).
Literalisme kaum fundamentalis tampak pada ketidaksediaan mereka untuk
melakukan penafsiran rasional dan intelektual, karena mereka -kalau-lah membuat
penafsiran- sesungguhnya adalah penafsir-penafsir yang sempit dan sangat
ideologis. Literalismeini berkoinsidensi dengan semangat skripturalisme, meskipun
Leonard Binder membuat kategori fundamentalisme non-skriptural untuk pemikir
fundamentalis seperti Sayyid Qutb.
● Hakikat dan Corak Pemikiran Kontemporer Dalam Revivalis Fundamentalis
Fundamentalis
yaitu model pemikiran yang sepenuhnya percaya pada doktrin Islam sebagai
satu-satunya alternatif bagi kebangkitan Islam dan manusia.
Mereka
biasanya dikenal sangat commited pada aspek religius budaya Islam. Bagi mereka,
Islam telah mencakup segala aspek kehidupan sehingga tidak memerlukan segala
teori dan metode dari luar, apalagi Barat. Garapan utamanya adalah menghidupkan
Kembali Islam sebagai agama, budaya sekaligus peradaban, dengan menyerukan
untuk kembali pada sumber asli (al-Qur'an dan Sunnah) dan mempraktekkan ajaran
Islam sebagaimana yang dilakukan Rasul dan Khulafa' al- Rasyidin. Tradisi dan
Sunnah Rasul harus dihidupkan kembali dalam kehidupan modern sebagai bentuk
kebangkitan Islam.
4. Transformatif
Gagasan
transformatif merupakan alternatif dari ketiga respons umat islam di atas.
Mereka percaya bahwa keterbelakangan umat islam disebabkan oleh ketidak adilan
system dan struktur ekonomi, politik dan kultur. Oleh karena itu, agenda mereka
adalah melakukan transformasi terhadap struktur melalui penciptaan relasi yang
secara fundamental baru dan lebih adil dalam bidang ekonomi, politik dan
kultur.
Kalangan
teologi transformatif pula menyimpulkan bahwa agama dalam proses modernisasi
sekarang ini melahirkan tiga corak, yaitu:
Pertama,
tampil sebagai alat rasionalisasi atas modernisasi atau modernisme, dengan
melahirkan perkembangan teologi rasional yang mengacu pada tumbuhnya
kepentingan intelektualisme sekelompok akademikus. Kedua, sebagai alat
legitimasi atas nama melancarkan dan mendukung berhasilnya program-program
modernisasi. Program-program ini dirancang dan dilaksanakan secara teknokratis
berdasarkan paradigma pertumbuhn ekonomi, dan bukan untuk pertumbuhan nilai-
nilai dasar pembangunan harkat kemanusiaan sendiri. Dalam konteks seperti ini,
konsep teologi yang dominan adalah teologi paralelisme yang bersifat
jusdifikatif. Ketiga, kelompok masyarakat tertentu, terutama kaum dhuafa yang
tidak terserap dalam dialog besar proses modernisasi dewasa ini, terpaksa
menghanyutkan diri dalam impian teologi eskatologis yang bersifat eskapitis.
Mereka tidak jarang menunjukkan sikap hidup fatalistis; “bahwa dunia adalah
tempat bersinggah untuk minum”, bahwa “dunia hanyalah penjara bagi orang-orang
yang beriman dan surga bagi orang-orang kafir”, dan lain sebagainya.
Yang
paling penting, bahwa prinsip teologi transformatif itu tidak bersifat
ortodoksi dan harus terkait dengan ortopraksis. Ia harus berwatak fasilitatif,
dalam arti memberi fasilitas sebagai kerangka bacaan melihat realitas. Juga
tidak ada hubungan patronklien dalam membaca kehendak Tuhan.dan mementingkan
isi daripada bentuk ungkapan simbolis agama. Serta dengan jelas menuju
cita-cita perwujudan masyarakat muttaqin, dengan setiap orang mempunyai derajat
yang setara di hadapan kebenaran Allah SWT.
Kesimpulan
Diambil
dari peradaban dan kebudayaan Barat adalah sesuatu yang lumrah. Faktanya,
ilmuwan banyak terkooptasi oleh peradaban Barat. Bahkan memaksakannya sebagai
pandangan hidup. Suatu hal lumrah jika kebudayaan yang mundur akan belajar dari
kebudayaan yang maju. Dan adalah alami jika suatu kebudayaan yang terbelakang
mengadopsi konsep-konsep kebudayaan yang lebih maju. Tidak ada kebudayaan di
dunia ini yang berkembang tanpa proses interaksi dengan kebudayaan asing.
Ketika peradaban Islam unggul dibanding peradaban Eropa, misalnya, mereka telah
meminjam konsep- konsep penting dalam Islam. Akan tetapi, tidak berarti bahwa
semua kebudayaan dapat mengambil semua konsep dari kebudayaan lain. Setiap
kebudayaan memiliki identitas, nilai, konsep dan ideologinya sendiri-sendiri
yang disebut dengan worldview (pandangan hidup).
Seiring
berkembangnya zaman, Islam pun turut berkembang, disebabkan adanya pemikiran
Islam terhadap globalisasi, diantara pemikiran Islam yaitu: tradisionalis,
modernis dan revivalis-fundamentalis. Yang masing-masin memiliki pemikiran dan
tujuan yang berbeda. Sebagai manusia yang telah dianugerahi akal oleh sang
pencipta, patutlah menjadikan akal yang selalu berfikir dan tidak kaku. Apalagi
sebagai umat Islam harus pintar dan cerdas mengamalkan ajaran Islam yang sesuai
dengan Al-Quran dan As-Sunnah.
Daftar Pustaka
Artikel
Universitas Medan Area Fakultas Agama Islam, “Perkembangan Peradaban Islam
Sejak Abad VII Sampai Dengan Masa Kontemporer.”
Blog “Islam Dan Dunia Kontemporer” by veeducate,
https://veeducte.blogspot.com/2017/02/islam-dan-dunia-kontemporer.html
Artikel
“Islam dan Dunia Kontemporer” Karya Muhammad Chandra 2016
Nazih
Ayubi. 1991. Political Islam: Religion and Politics in the Arab World. London
and New York: Routledge.
FazlurRahman.
1979. Islam. Second Edition. Chicago: The University of Chicago Press.
Lihat
Achmad Jainuri. 2004. Orientasi Ideologi Gerakan Islam. Surabaya: LPAM. Dan
Riza Sihbudi, et.al. 2005. Islam dan Radikalisme di Indonesia. Jakarta: LIPI
Press.
Kompas.com, “Sejarah Perkembangan Islam Modern”,
https://www.kompas.com/stori/read/2023/06/17/070000279/sejarah-
perkembangan-islam-modern?page=all#google_vignette
Lihat
Shepard, William. “What is ‘Islamic Fundamentalism’?,” Studies in Religion 17,
1 (1988): 5- 25. Dan Riza Sihbudi, et.al. 2005. Islam dan Radikalisme di
Indonesia. Jakarta: LIPI Press.
Jurnal
Universitas Islam As-Syafiiyah “PENGARUH ISLAM MODERNIS DAN KONTEMPORER
TERHADAP PEMIKIRAN KRITIS PARA TOKOH
ISLAM”,
karya Zamakhsyari Abdul Madjid
Note : Segala bentuk tanggung jawab yang timbul dari tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis. Di tulis oleh : Nurkasyifah nurkasyifahs@gmail.com, Nabil ALfan nabielalfan@gmail.com, Ali Malkan Amin malkanaminali@gmail.com, Agung Febri agungfebri398@gmail.com, Muhamad Yusuf Rifaldi mahasiswa prodi pendidikan agama islam STAI Al-Azhary Cianjur. Diajukan dalam memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam.
Dosen
Pengampu : Lina Pusvisasari, S.Sy., M.H. nenglinapusvisa@gmail.com
No comments: