PENDAHULUAN
Pada dasarnya
setiap manusia dilahirkan ke dunia ini sebagai khalifah atau pemimpin di muka
bumi. Khalifah diharapkan hadir sebagai solusi atas segala permasalahan dan
dinamika kehidupan, keberadaan khalifah di muka bumi dimulai dari aspek
etimologi dan terminologi hingga posisinya sebagai sebuah produk tidak bisa
dilepaskan dari aspek sejarah. Secara etimologi khalifah di ambil dari dua kata
yaitu khlafa yang berarti mengganti atau mengikat. Jadi khalifah berarti
seseorang yang mengganti orang lain.
Dalam sejarah
bisa kita pelajari bahwa khalifah mengajarkan bahwa khalifah dimasa lampau
tidak pernah di permasalahkan hingga masa Umayyah. Khalifah mulai di
permasalahkan ketika kaum barat mulai
bermunculan ke kawasan Islam.
Islam itu sendiri
memang memberikan porsi tersendiri dalam
menyikapi khalifah secara normatif dan individual. Secara normatif khalifah
dalam Islam telah tertuang di dalam Al-Quran dan Hadits baik impilist maupun
ekspilisit. Di dalam Al-Quran terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 30. Kemudian
secara subyektif, Islam tidak pernah melarang pemberian makna khalifah yang
bersumber dari Individu (penafsiran). Pandangan individu tersebut pandangan
yang didasarkan pada konotasi-konotasi menyeluruh seperti karakter politis dan
non politis, hak manusia dalam pengelolaan wilayah, kepemimpinan dalam
bermasyarakat, otoritas tuhan dalam distribusi
daya dan kemampuan manusia di atas bumi, pemeliharaan kelestarian dunia
dan kesejahteraan dunia.
Konsep Khalifah
Fil Ardh dalam Al-Quran menjadi sesuatu hal yang bersifat dinamis. Kedinamisan
tersebut sangat berbanding terbalik dengan nalar logika. Tataran realitas menyatakan
bahwa konsep khalifah fi al-ard tidak pernah final. Ketidakfinalan konsep
khalifah fi alArdh dirasa mencolok sehingga timbulnya perbandingan –
perbandingan yang menimbulkan permasalahan mengenai penerimaan konsep khalifah
fil ardh dikalangan umum.
PEMBAHASAN
KONSEP KHALIFAH
FIL ARDH
Konsep khalifah
fil ardh sebagaimana tertuang dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 30. Allah
SWT menjelaskan kepada manusia tentang tugas-tugas lain mereka di muka bumi
yaitu menjadi khalifah Allah. Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman:
"Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". (QS al-Baqarah [2]: 30).
Tafsir Jalalain mengatakan, ingat wahai
Muhammad (ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat, “Aku ingin menjadikan
khalifah di bumi”) yang menggantikan-Ku dalam melaksanakan ketentuanku di
dalamnya, yaitu Adam. (Mereka bertanya, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang
yang merusak) dengan tindakan maksiatnya (dan menumpahkan darah) menuangkannya melalui
pembunuhan sebagaimana dilakukan bangsa jin. Mereka awalnya penghuni bumi.
Tetapi ketika mereka berbuat kerusakan, Allah mengutus malaikat untuk mengusir
mereka ke pulau-pulau dan pegunungan (di sana? Padahal, kami) selalu (bertasbih
memuji) dengan “Subhānallāh” (dan menyucikan nama-Mu)” menyucikanmu dari semua
sifat yang tidak layak bagi-Mu. Artinya, “Kami lebih berhak sebagai
pengganti-Mu.” (Dia [Allah] berkata, “Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak
kalian ketahui.”) Aku mengetahui kemaslahatan dalam mengangkat Adam sebagai
pengganti-Ku. Keturunan Adam terdiri atas hamba yang taat dan maksiat sehingga
keadilan-Ku tampak di tengah mereka. Malaikat kemudian menyambut, “Tuhan kami
tidak menciptakan makhluk yang lebih mulia dari kami dan lebih tahu karena
kehadiran kami yang lebih awal darinya dan penglihatan kami pada apa yang tidak
dilihat olehnya.” Allah kemudian menciptakan Adam dari permukaan bumi. Allah
“mengambil” segenggam dari beragam warna tanah bumi yang kemudian dicampur
dengan air yang berbeda-beda. Allah lalu menyempurnakan dan meniupkan roh
padanya lalu ia menjadi makhluk hidup yang merasa setelah sebelumnya benda
mati.
Imam Al-Baidhawi melalui tafsirnya,
Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil, mengatakan, Surat Al-Baqarah ayat 30
mengisyaratkan nikmat ketiga yang mencakup semua manusia. Penciptaan,
pemuliaan, pengutamaan Adam AS di atas malaikat melalui perintah Allah kepada
mereka untuk sujud kepadanya merupakan nikmat yang bersifat umum untuk
keturunan Adam AS. Pada Surat Al-Baqarah ayat 30, pengutaraan Allah atas
rencana-Nya menjadikan khalifah kepada malaikat bermanfaat sebagai bentuk
pengajaran musyawarah, pengagungan zat yang akan diciptakan. Jawaban Allah atas
malaikat menunjukkan bahwa hikmah itu menuntut penciptaan makhluk (manusia)
yang lebih kebaikannya karena meninggalkan kebaikan yang banyak hanya karena
ada sedikit keburukan merupakan keburukan yang begitu besar. Sanggahan malaikat
pada Surat Al-Baqarah ayat 30 ini, kata Imam Al-Baidhawi, bukan bermakna
penentangan terhadap Allah yang maha kuasa atau menuduh kekurangan Nabi Adam AS
atas jalan ghibah, tetapi sanggahan heran dan mencari hikmah jawaban di balik
rencana Allah itu. Malaikat, kata Imam Al-Baidhawi, mengetahui bahwa makhluk
yang akan diangkat sebagai khalifah Allah memiliki tiga kekuatan inti, yaitu
kekuatan syahwat dan kekuatan ghadhab yang membawa mafsadat dan pertumpahan
darah; dan kekuatan akal yang mengantarkan mereka pada pengetahuan dan ketaatan
Kemudian makna khalifah fil ardh menurut
sebagian ulama di Indonesia tentunya bermacam ragam salah satunya adalah Gus
Dur. Menurutnya makna dari khalifah fil ardh adalah adanya penyeimbangan unsur
unsur alam semesta untuk membentuk masyarakat yang maju dan berperadaban. Gus
Dur menuturkan bahwa yang berperan untuk menjadi penyeimbang adalah manusia itu
sendiri sesuai dengan tujuan Allah Swt. Namun walaupun demikian, tidak semua
orang bisa menyandang gelar sebagai khalifah fil ardh. Karena menurut Gus Dur
manusia baru bisa menjadi penyeimbang tatkala
bisa membangun sistem yang mensejahterakan masyarakat, meningkatkan
peradaban, serta menegakkan hukum dengan baik.
Konsep untuk mensejahterakan masyarakat
dan jadi penyeimbang tersebut, ada pada peran ulama dan kiai. Pasalnya,
secara umum seorang ulama dan kiai memiliki keterlibatan tinggi dalam membangun
kesejahteraan masyarakat. Sebagai seorang ulama atau kiai, tidak bisa bersifat
individualistis, karena seorang ulama atau kiai harus menjadi motor pembangunan
sosial. Lalu bagaimana dengan masyarakat biasa pada umumnya. Menurut Gus Dur
adanya masyarakat umum adalah merupakan kunci dari tegaknya konsep khalifah
fil ardh karena para masyarakat lah yang menjadi objek dari
terealisasinya khalifah fil ardh.
Dengan kemajuan sistem peradaban
dalam bermasyarakat maka tujuan Allah Swt untuk menjadikan manusia
sebagai khalifah fil ardh bisa benar benar terwujud. Jadi
untuk bisa menjadi khalifah Allah Swt di muka bumi ini kita harus bisa berperan
dalam membentuk masyarakat yang maju serta berperadaban.
KONSEP KHALIFAH FIL ARDH :
IMPLIKASINYA PADA PERJUANGAN HMI
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lahir
karena faktor latar belakang permasalahan yang begitu komplek pada saat masa
awal pembentukannya. Situasi Indonesia saat itu dalam keadaan carut marut
masalah penjajahan belanda atas Indonesia dan tuntutan perang kemerdekaan.
Selain daripada hal tersebut setiap aspek – aspek diantaranya aspek politik
yang masih menjadi objek jajahan belanda, aspek pemerintahan yang dimana
Indonesia masih berada dibawah pemerintahan belanda, aspek hukum yang berlaku
masih diskriminatif, begitupun dengan aspek pendidikan kala itu proses
pendidikan sangat dikendalikan oleh belanda, kemudian aspek ekonomi bangsa
Indonesia berada dalam kondisi yang lemah serta aspek hubungan keagamaan pada
saat itu terjadi perkembangan pesat umat non muslim yang semakin pesat
sementara umat Islam sendiri malah mengalami kemunduran hal ini tentunya menjadi
salah satu latar belakang kuat dibentuknya organisasi yang diperuntukan
mewadahi untuk kalangan Mahasiswa yang beragama Islam.
Faktor latar belakang lain terbentuknya
organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) juga menjadi alasan kuat organisasi
ini didirikan dengan melihat situasi bangsa Indonesia yang masih maraknya
kesenjangan dan kejumudan umat dalam segi pengetahuan, pemahaman dan pengamalan
ajaran Islam. Juga melemahnya kebutuhan akan pemahaman dan penghayatan
keagamaan. Serta tentunya guna melawan serta memadamkan perkembangan paham
komunis yang memang kala itu semakin pesat di Indonesia.
Kedudukan perguruan tinggi dan dunia
kemahasiswaan yang sangat strategis tentunya menjadi peluang besar bagi bangsa
Indonesia saat itu terlebih bagi seorang pemuda dan tentunya mahasiswa dalam
menghadapi serta memperbaiki segala macam permasalahan yang sedang dirasakan
oleh bangsa Indonesia. Dengan kondisi kemajemukan bangsa Indonesia serta adanya
tuntutan untuk modernisasi dan tantangan masa depan Himpunan Mahasiswa Islam di
bentuk guna memenuhi segala harapan bangsa serta menjadi wadah bagi mahasiswa
Islam dalam memperjuangkan kemerdekaan serta mensyiarkan syariat Islam.
Sesuai dengan tujuan awal terbentunya
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang bertujuan : Mempertahankan Negara Republik
Indonesia dan mempertinggi derajat Rakyat Indonesia. Menegakan dan
mengembangkan ajaran Islam
Tujuan awal terbentuknya organisasi HMI
menjadi referensi yang bisa jadikan contoh bukti bahwa HMI lahir sesuai dengan
isi kandungan Al-Quran surat Al – Baqarah ayat 30 sebagai khalifah atau
pememimpin di muka bumi. Dapat kita lihat bagaiman HMI selalu berperan aktif dalam
meninggikan syariat Islam, Mempertahankan tanah air serta selalu menjaga
martabat sesame manusia.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) diharapkan
terus bisa menjadi bersifat problematis, strategis antisipatif, serta menyentuh
aspekaplikasi. Artinya, pendidikan Islam harus berupaya membangun manusia dan
masyarakat secara utuh dan menyeluruh (insan kamil) dalam semua aspek kehidupan
yang berbudaya dan berperadaban yang tercermin dalam kehidupan manusia yang
bertakwa dan beriman, berpengetahuan, berakhlak mulia, berkemampuan kompetitif
dan kooperatif dalam era global dan berpikir lokal dalam rangka memperoleh
kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Pada hakekatnya, tujuan Himpunan Mahasiswa
Islam (HMI) hakikatnya sama dan sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam
itu sendiri, yaitu untuk membentuk manusia muttaqin yang rentangannya
berdimensi infinitum (tidak terbatas menurut jangkauan manusia), baik secara
linier atau secara algoritmik (berurutan secara logis) berada dalam garis
mukmin, muslim dan muhsin. Dari peran itu diharapkan manusia dapat menciptakan
kondisi kehidupan yang harmonis di muka bumi. Tugas hidup berikutnya adalah
manusia sebagai ‘abdullah. Ini dapat dipahami bahwa segala aktivitas dan
perilakunya ditujukan hanya untuk Allah, manusia sebagai ‘abdullah merupakan
realisasi dari pemberian amanah dalam arti memelihara tugastugas dari Allah
yang harus dipatuhi.
KESIMPULAN
Sebagai makhluk yang mendapatkan tugas
sebagai khalifah di muka bumi dari Allah SWT guna memelihara dan memakmurkan
bumi, kedudukannya sebagai khalifah di muka bumi walaupun pada mulanya hanya
untuk nabi Adam A.S saja, tetapi pada hakekatnya adalah untuk manusia secara
umum. Berdasarkan tafsir-tafsir QS.
al-Baqarah ayat 30- 35, khalifah di sini berarti wakil Allah dalam melaksanakan
ketetapanketetapan-Nya di bumi. Hal ini adalah sebuah penghormatan yang
diberikan oleh Allah kepada manusia karena ia adalah makhluk yang paling
sempurna. Khalifah adalah manusia yang aktif dalam tatanan alam semesta,
seorang khalifah adalah manusia yang menjunjung tinggi nilai – nilai kesopanan,
keimanan dan amal saleh serta khalifah adalah manusia kreatif yang mampu
membangun dunia ini sesuai dengan ketetapan -Nya.
Dalam mewujudkan manusia sebagai khalifah
fil ardh tentunya membutuhkan adanya bukti nyata bahwa manusia mumpuni secara
kualitas serta keberadaan dan manfaatnya dapat dirasakan di generasi
selanjutnya. Organisasi salah satu kesatuan yang utuh yang mempunyai tujuan
yang berkorelasi dengan khalifah fil ardh yang tertuang dalam Al-Quran surat
Al-Baqarah ayat 30 dapat menjadi proses implimentasi konsep khalifah fil ardh
di muka bumi. Dengan senantiasa memperjuangkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia serta mensyiarkan Syariat Islam dan mempertahankan nilai-nilai luhur
keislaman dengan didasari oleh ke imanan yang kuat, ilmu yang senantiasa di
perluasan juga dengan pengamalan yang konsisten terus menerus di amalkan.
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) lahir atas latar belakang yang begitu komplek
sebagai bukti nyata dalam memperjuangan syariat Islam khalifah fil ardh.
DAFTAR PUSTAKA
A.Fuadi. (2019). Merdeka Sejak hati. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Amirullah, M. C.
(2009). Sejarah HMI dari Zaman Kemerdekaan Sampai Reformasi. 1-25.
Kurniawan, A. (2020,
september 19). nu online.
Retrieved Januari 13, 2023, from Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 30:
https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-baqarah-ayat-30-Ab0xV
Langgulung, H. (1986).
Pendidikan Islami dalam Pemikiran Hasan Langgulung. ta dibuna jurnal pendidikan islam, 42.
Maulana, N. (2022,
Desember 15). Bincang Syariah.
Retrieved Januari 13, 2023, from Pendapat Gus Dur Tentang Khalifah fil Ardh:
https://bincangsyariah.com/khazanah/profil-tokoh/pendapat-gus-dur-tentang-khalifah-fil-ardh/
Sitompul, P. D.
(n.d.). Sejarah Perjuangan Himpunan
Mahasiswa Islam 1947-1975.
NOTE : Artikel ini ditulis oleh Rostandi, segala bentuk konsekuensi tulisan menjadi tanggung jawab penulis. Email : randicoc53@gmail.com
No comments: