» » Kondisi Sosial Dan Hukum Bangsa Arab Pra Islam

RISDEM, Cianjur - Sebelum kedatangan agama Islam ada banyak agama di Arab, termasuk Yahudi dan Kristen Bahkan selama periode jahiliyah, mayoritas penduduk jazirah Arab menyembah berhala. Sementara sebagian kecil dari mereka adalah orang Yahudi di Yathrib, Kristen Najran di Arab Selatan dan beberapa di Makkah yang beragama Hanif. Agama pagan pertama kali didirikan oleh 'Amru bin Luhay dari Syam ke Makkah dan diakui sebagai agama baru oleh Bani Khuza'ah, keturunan' Amru yang bertanggung jawab atas Ka'bah pada saat itu. Agama pagan ini kemudian berkembang pesat sehingga menjadi agama mayoritas penduduk kota Mekkah.

Mekah merupakan tempat Ka'bah yang menjadi pusat kegiatan keagamaan pada saat itu sangat terkenal ke semua penjuru dan telah menjadi jalan jalur lintas perdagangan internasional. Hal ini disebabkan lokasinya yang sangat strategis karena terletak di persimpangan antara Yaman dan Suriah, dari Abyssinia ke Irak, menghubungkan rute perdagangan dan jaringan bisnis. Meskipun Mekkah awalnya didirikan sebagai pusat perdagangan lokal dan pusat kegiatan keagamaan saja akan tetapi masyarakat merasa nyaman jika berada di Mekkah sebab Mekkah adalah tempat suci dan tempat ibadah. Dengan demikian masyarakat pendatang dan pengunjung merasa terjamin perlindungan jiwa mereka karena selama berada di Mekkah mereka harus menghentikan semua permusuhan. Untuk menjamin perlindungan dalam perjalanan, maka dibentuk sistem keamanan oleh suku-suku sekitarnya terutama pada bulan-bulan suci.

Keberhasilan sistem ini memuncak pada pertumbuhan perdagangan, yang kemudian mengarah pada penciptaan tempat perdagangan baru (Ibid).

Ada sejumlah agama yang dianut oleh komunitas Arab. Agama yang berbeda dari orang Arab pra-Islam adalah Paganisme dan Yudaisme. Ada ratusan berhala dalam berbagai bentuk di sekitar Ka'bah. Setidaknya ada empat nama berhala yaitu Sanam, Wathan, Nusub dan Hubal. Sanam terbuat dari logam atau kayu berbentuk perseorangan. Wathan juga terbuat dari batu. Nusub adalah batu karang tanpa bentuk tertentu. Hubal berupa manusia berbasis batu akik. Dia adalah dewa orang Arab yang terbesar ditempatkan di Ka'bah di kota Mekah. Orang-orang dari seluruh penjuru semenanjung datang ke tempat itu untuk berziarah.

Beberapa suku menjalankan cara ibadah mereka sendiri. Ini membuktikan bahwa paganisme sudah tua ribuan tahun. Penyembahan berhala tetap tidak terganggu selama beberapa dekade, baik pada saat keberadaan koloni Yahudi maupun upaya Kristenisasi yang terjadi di Suriah dan Mesir. Imigran yang tinggal di Yathrib dan Yaman merupakan penganut agama Yahudi. Di Jazirah Arab, kecuali di Yaman, tidak banyak data historis tentang penganut dan peristiwa penting dari kepercayaan ini. Raja Yaman yang bersandar pada orang Yahudi adalah Dzū Nuwās. Dia membenci penyembahan berhala dari bangsanya yang telah menimpa mereka. Untuk masuk Yahudi, dia bertanya kepada orang-orang Najran. Dan mereka akan dibunuh jika menolak. Tapi yang terjadi untuk menghindari penolakan, dia menggali parit dan menyalakan api di dalamnya. Mereka ditempatkan di parit, dibunuh dengan cara dimutilasi dengan pedang atau kobaran api. Korban tewas mencapai 20.000 orang. Dalam kisah "orang-orang yang membuat parit" yang tertuang

dalam Al-Quran (Ashab al-Ukhdud), tragedi berdarah dengan motif fanatisme agama ini. Sementara itu, agama Kristen tidak dinodai oleh tragedy mengerikan di Jazirah Arab dan sekitarnya sebelum masuknya Islam. Perselisihan yang terjadi hanya antara agama Kristen. Kristen mentransmisikan doktrin mereka dalam bahasa Yunani. Inilah yang menyebabkan ketegangan antara misionaris dan filsuf Yunani, yang berujung pada upaya untuk mendamaikan teori Yunani berbasis nalar dengan doktrin Kristiani berbasis iman. Inilah yang melahirkan agama Kristen yang kemudian menyebar ke berbagai wilayah, termasuk dan di luar jazirah Arab.

Selain itu ada juga yang meyakini agama Hanifiyah yaitu sekelompok orang yang mencari agama Ibrahim murni yang tidak dirusak oleh keinginan musyrik, juga tidak menganut Yahudi atau Kristen, tetapi menerima keesaan Allah, adalah salah satu ciri agama yang ada sebelum Islam, selain dari tiga agama di atas. Mereka meyakini bahwa di sisi Allah, sebagai aktualisasi

milahIbrahim, agama yang sebenarnya adalah Hanifiyah.

Hukum Bangsa Arab Pra Islam

Beberapa kata seperti sembronosemena – mena, tidak beraturan, dan barbarian, sering diidentikkan dengan kondisi masyarakat Arab pra Islam. Label Jahiliyah menjadi ciri khas dalam mendeskripsikan sosial, gaya hidup dan sistem hukum Arab pada masa pra-Islam.

Dalam kitab Jamharatul Lughah dijelaskan asal kata jahiliyyah dalam etimologi bahasa Arab, yaitu: “jahlun/جهل” (bodoh) dan merupakan lawan kata dari “hilmun/حلم” (mengetahui, bijaksana). Term jahiliyah menjadi masyhur dikala Islam datang di semenanjung Arab sebagai agama dan pembawa sistem hukum yang menjunjung hak asasi manusia.

Bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan Arab pada masa Jahiliyyah adalah sekelompok masyarakat yang memiliki gaya hidup tidak beraturan. Minimnya pengetahuan akan Tuhan menjadikan mereka hidup dengan menyembah berhala, hidup dalam kepercayaan nenek moyang, sistem kasta, perjudian, merendahkan kaum perempuan, perbudakan dan lain sebagainya.

Beberapa ayat Al-Qur’an juga telah memberi petunjuk akan kondisi dan tabiat kaum Arab jahiliyyah, di antaranya:

Dalam surat Ali ‘Imron ayat 154, Allah berfirman:

ثُمَّ أَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ بَعْدِ الْغَمِّ أَمَنَةً نُعَاسًا يَغْشَى طَائِفَةً مِنْكُمْ وَطَائِفَةٌ قَدْ أَهَمَّتْهُمْ أَنْفُسُهُمْ يَظُنُّونَ بِاللَّهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ يَقُولُونَ هَلْ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ مِنْ شَيْءٍ قُلْ إِنَّ الْأَمْرَ كُلَّهُ لِلَّهِ يُخْفُونَ فِي أَنْفُسِهِمْ مَا لَا يُبْدُونَ لَكَ يَقُولُونَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْأَمْرِ شَيْءٌ مَا قُتِلْنَا هَاهُنَا قُلْ لَوْ كُنْتُمْ فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ وَلِيَبْتَلِيَ اللَّهُ مَا فِي صُدُورِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِي قُلُوبِكُمْ وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ.

“Kemudian setelah kamu ditimpa kesedihan, Dia menurunkan rasa aman kepadamu (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari kamu, sedangkan segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri; mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliah. Mereka berkata, “Adakah sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini?” Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya segala urusan itu di tangan Allah.” Mereka menyembunyikan dalam hatinya apa yang tidak mereka terangkan kepadamu. Mereka berkata, “Sekiranya ada sesuatu yang dapat kita perbuat dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.” Katakanlah (Muhammad), “Meskipun kamu ada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.” Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Dan Allah Maha Mengetahui isi hati.”

Al-Maidah ayat 50:

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ.

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?

Al-Ahzab ayat 33:

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنْكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا.

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya.

Al-Fath ayat 26:

إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَى رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَى وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا.

“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Dari beberapa ayat tersebut, bisa disimpulkan beberapa kondisi masyarakat Arab pada masa jahiliyyah, antara lain: punya kepercayaan terhadap hal mistik, mempunyai aturan peradaban, punya gaya hidup tabarruj dan sikap hamiyyah yang berarti kesombomgan.

Kaitannya dengan sistem hukum, rupanya sifat dan karakteristik dasar orang Arab seperti yang dijelaskan diatas juga mempengaruhi bagaimana kondisi hukum pada masa itu.

Rasa fanatisme dan rasisme terhadap suku (‘ashabiyyah) dan sikap kebangsaan yang berlebihan dalam ranah sistem hukum cenderung menimbulkan sikap membela terhadap orang – orang yang berada dalam satu suku/ kabilahnya. Benar atau salah ia dalam sudut padang hukum akan lolos jika ia dinilai termasuk bagian dari qabilahnya dan akan selalu dibela mati – matian dibanding dengan orang yang berbeda dengan qabilahnya.

Ibn Jarir at-Thabari menceritakan sebuah pernikahan dalam masa ini yang didasari degan sikap rasial. Salah seorang Arab tulen bernama Nu’man ibn Munzhir menolak lamaran Hurqa yang tak lain adalah anak perempuan dari raja persia yang bernama Kisra Abruwiz. Penolakan ini terjadi karena dalam adat Arab jahiliyah seseorang dilarang menikahi orang yang bukan dari bangsanya “ajam”, sekalipun yang melamar adalah bangsawan.

Sikap feodal juga mempengaruhi sistem hukum Arab pra-Islam. Hal ini tergambar dengan adanya superioritas yang diperuntukkan kepada kalangan kolongmerat dan bangsawan yang punya otoritas dalam memegang kekuasaan hukum dari pada mereka yang berasal dari golongan orang – orang miskin dan lemah.

Status budak pada masa ini adalah sebagai manusia rendahan yang tidak punya hak asasi. Oleh karena itu meski dalam suatu kasus seorang budak bisa saja dikenai hukuman meski ia tak terbukti bersalah.

Sikap patriakis juga menjadi salah satu yang mempengaruhi sistem hukum pada masa jahiliyyah. Beberapa fakta bahwa laki-laki memegang kekuasaan tertinggi dibanding perempuan. Kondisi perempuan pada masa ini mendapat perlakuan diskriminatif (embodiment of sin). Hal ini terbukti dengan beberapa fakta bahwa perempuan pada masa jahiliyah tidak memperoleh warisan, bahkan dijadikan sebagai harta warisan itu sendiri. Bahkan sudah menjadi tradisi bahwa setiap anak perempuan yang lahir akan dikubur hidup hidup karena dianggap sebagai pembawa sial.

Oleh karena itu, sistem hukum jahiliyyah yang melekat pada masyarakat Arab pra-Islam seperti yang dijelaskan di atas kemudian menjadi latar belakang kemunculan Islam merubah kondisi sosial Arab pada saat itu.

D. KESIMPULAN

Diakhir tulisan dapat disimpulkan bahwa situasi sosial dan agama masyarakat Arab sebelum Islam berlaku hukum rimba yakni siapa yang kuat itulah yang berkuasa, siapa yang lemah maka akan tertindas.

Seseorang mendapat sanjungan dan pujian jika mempunyai kekuasaan dan akan mendapat penzoliman jika tidak memiliki kekuasaan. Oleh karena itu, situasi sosial agama masyarakat Arab pra Islam sangat bobrok. Oleh karena itu, dengan kedatangan agama Islam, maka situasi social agama masyarakat Arab berubah dan menjadi lebih teratur sesuai dengan norma-norma agama Islam. Dengan demikian agama Islam menjadi sangat berpengaruh dalam merubah tatanan situasi sosial agama dalam kehidupan masyarakat Arab. Meskipun kesukuan sangat mendominasi dalam kehidupan masyarakat Arab akan tetapi rasa kesetiakawanan suku tidak merubah konsep mereka setelah menerima Islam. Selain itu, dalam hal kepercayaan, masyarakat Arab menganut berbagai macam kepercayaan antara lain Paganisme, Yudaisme dan Hanifiya sebagai keyakinan yang terwariskan secara turun temurun disamping pemujaan terhadap paung-patung berhala tidak berkurang.

 

E. DAFTAR PUSTAKA

 Ali, Jawwad. 2019. Sejarah Arab Sebelum Islam, Jakarta: Pustaka Alvabet.

Al-Buthy, Muhammah Sa’id Ramadhan. 2006. Sirah Nabawiyah. Jakarta: Robbani Press.

Hasan, Ibrahim Hasan. 2006. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Note : Artikel ditulis oleh Aldi Asgari, mahasiswa prodi hukum keluarga islam STAI Al-Azhary Cianjur. Segala bentuk tanggung jawab yang timbul dari tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply