» » CORDOBA PUSAT PERADABAN ISLAM DI EROPA

RISDEM, Cianjur - RISDEM, Cianjur - Cordoba merupakan kota yang mengagumkan di abad sepuluh masehi yang memiliki tujuh puluh perpustakaan melebihi kota-kota Eropa saat itu. Kota yang menjadi tujuan para penuntut ilmu dan turis karena kewibawaan ilmu dan kemegahan tat kota yang luar biasa. “Ketika para pemimpin kota Lyon, Nevar, dan Barcelona membutuhkan ahli bedah, insinyur, arsitek bangunan, penjahit pakaian, atau ahli musik, maka mereka langsung menuju Cordova”[1] Sebuah kesaksian orang Eropa J. Brand Trend yang menggambarkan bagaimana Cordoba menjadi pusat para ahli di zaman itu.

Cordoba yang berdiri dibagian selatan Spanyol pada awalnya dibangun oleh bangsa cordoba dan tunduk kepada pemerintahan Romawi dan Visighot yang kemudian kota ini ditaklukan oleh Thariq bin Ziyad pada tahun 93 H./ 711 M. Sejak peralihan kekuasaan inilah Cordoba memulai babak baru dibawah kepemimpinan Islam. Bintang Cordoba muncul ketika Abdurrahman bin Muawiyah atau lebih dikenal Abdurahman Ad-Dakhil mulai memipin Andalusia dan mendirikan Daulah Umawiyah kembali setelah runtuh di tangan Daulah Abasiyah.

Dalam pemerintahan Abdurahman ini menjadi langkah awal bagi peradaban maju di Andalusia dengan Cordoba sebagai ibu kota nya. Pembangunan masjid, perguruan tinggi, irigasi air, taman menjadi bukti keseriusan Abdurrahman dalam membangun peradaban.

Pembahasan

Pada dasarnya kemajuan yang dialami oleh Cordoba tidak dapat terlepas dari pengaruh kemajuan ilmu yang pernah terjadi di wilayah timur (Baghdad), sehingga menjadikan Cordoba sebagai perpanjangan tradisi keilmuan peradaban Islam di barat (Spanyol). Cordoba menjadi perkumpulan utusan dari berbagai negara dunia, untuk berbagai kepentingan yang membuatnya dijuluki Mutiara Dunia. Hitti menyatakan ”Pada Periode ini, Ibukota Umayyah menempati posisinya sebagai kota yang paling berbudaya di Eropa bersama Konstantinopel dan Baghdad sebagai salah satu dari tiga pusat budaya dunia. Dengan seratus tiga belas ribu rumah, dua puluh satu pinggiran kota, tujuh puluh perpustakaan dan berbagai toko buku, masjid dan istana. Kota ini menjadi terkenal di dunia internasional dan menginspirasi kekaguman para turis. Kota ini bermil-mil jalan beraspal yang diterangi oleh lampu-lampu rumah yang berbatasan dengannya.”

Faktor terbesar keberhasilan pembangunan peradaban ini karena fasilitas pendidikan yang dapat diakses dengan mudah dan mendapat perhatian serius dari penguasa saat itu. Masjid, dan perpustakaan mengambil peran penting dalam hal ini, masa itu masjid tidak hanya dipergunakan untuk tempat ibadah ritual saja, namun juga berfungsi sebagai universitas, bahkan menjadi universitas paling masyhur di dunia saat itu dan markas ilmu di Eropa. Segala cabang ilmu diajarkan disini dan para pengajarnya merupakan orang-orang yang ahli di bidangnya. Penuntut ilmu datang dari berbagai belahan dunia terutama mereka yang berasal dari Eropa. Pemerintah memberi gaji yang layak untuk para pengajar, para siswa diberi jatah uang  khusus, bahkan bagi mereka yang tidak mampu akan mendapatkan beasiswa yang membuat mereka dapat belajar dengan nyaman.

Dengan segala fasilitas luar biasa seperti itu tidak heran jika Cordoba memberi banyak sumbangsih keilmuan dalam berbagai bidang. Dalam bidang fiqih, saat itu islam di Spanyol menganut mazhab maliki, mazhab ini diperkenalkan oleh ulama yang bernama Ziyad bin Abdurrahman dan dilanjutkan oleh Ibn Yahya yang menjadi qadhi pada masa Hisyam bin Abdurrahman, dan ulama lainnya, yang tentunya para siswa mendapatkan keilmuan fiqih yang cukup lengkap dari para ulama yang kompeten. Selain dari ilmu agama Cordoba juga menjadi tempat lahirnya ilmuwan-ilmuwan muslim dalam bidang sains, diantaranya Az-Zahrawi orang pertama yang menemukan teori pembedahan dengan menciptakan alat bedah dan suntik. Dia juga orang pertama yang menggunakan cermin muka (teleskop ringan). Buku nya yang berjudul At-Tashrif Liman Ajiza an Ta’lif  menjelaskan materi-materi dasar ilmu pembedahan dengan sempurna dan menjadi patokan dan rujukan utama bidang pembedahan hingga abad ke 16, Hallery seorang pakar astronomi mengatakan ”seluruh pakar bedah Eropa sesudah abad ke 16 menimba ilmu dan berpatokan pada pembahasan ini (buku Zahrawi).”[2]  dalam bidang arsitektur Masjid Jami’ Cordoba atau yang dikenal dengan nama Mezquita menjadi bukti bagaimana arsitektur saat itu telah mencapai keunggulan. Penulis kitab Ar-Raudh Al-Mi’thar mengatakan ”di kota Cordoba terdapat masjid yang sangat terkenal dan sering disebut-sebutkan. Dia adalah masjid yang terbesar di dunia ini dari segi keluasan, teknik yang canggih, bentuk yang indah, dan bangunan yang sempurna. Masjid yang dibangun di zaman Abdurrahman Ad-Dakhil dan diteruskan oleh khalifah-khalifah selanjutnya selalu mendapat tambahan-tambahan hingga mencapai tingkat yang sempurna. Fakta yang telah disebutkan hanyalah sebagian dari banyaknya bukti kemajuan yang telah dicapai Cordoba saat itu.    

Kemajuan luar biasa Cordoba ini berbanding terbalik dengan dengan negara-negara tetangganya di Benua Eropa, saat Cordoba disibukan dengan pendalaman ilmu dan membangun peradaban, negara-negara Eropa masih terbelenggu dalam dogma-dogma gereja yang memenjarakan kemajuan berpikir. Cordoba memiliki sekolah dan perpustakaan yang begitu banyak dan memberikan akses pendidikan bagi seluruh masyarakatnya bahkan bagi orang-orang fakir karena dibiayai pemerintah, sehingga tidak heran jika seluruh masyarakatnya mampu membaca dan menulis.[3] Hal itu terjadi saat kaum elit Eropa masih buta baca tulis.

Kebangkitan Eropa berawal dari gerakan Averroeisme (Ibnu Rushdisme), yang terinspirasi dari pemikiran Ibnu Rusyd tentang kebebasan berpikir, Eropa mulai melepaskan diri dari belenggu taklid ajaran gereja. Pemuda-pemuda Eropa banyak yang belajar ke Universitas Islam di Spanyol. Mereka menimba ilmu dari ilmuwan-ilmuwan muslim diberbagai bidang. Bangsa Eropa juga tercatat megirim pelajarnya untuk mengakses perpustakan yang terdapat di Cordoba, berlomba-lomba dalam pencarian ilmu serta aktif menerjemahkan buku-buku karya ilmuwan-ilmuwan muslim.  Pusat penerjamah ini berada di Tudelo, salah satunya karya Az-Zahrawi yang diterjemahlan ke bahasa latin oleh Gerardo Da Cremona.

Tepat di sungai al-Wadi al-Kabir terdapat salah satu bukti keistimewaan kota Cordoba yaitu al-Jisr dan Qantharah ad-Dahr atau lebih dikenal dengan istilah Jembatan Cordoba.

Jembatan Cordoba

Jembatan ini memiliki panjang kurang lebih 400 m, lebar 40 m, dan tingginya 30 m. Jembatan tersebut melebihi jembatan-jembatan yang lain dari segi kemegahan bangunan dan kecanggihannya , kesaksian tersebut diberikan oleh Ibnu al-Wardi dan al-Idrisi.[4]

Dibangun oleh Gubernur Andalusia, as-Samh bin Malik al-Khaulani pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz. Saat itu, kebanyakan manusia belum mengenal sarana transportasi kecuali binatang: keledai, onta, bighal, dan kuda. Sarana-sarana pembangunan yang ada belum secanggih di masa kita sekarang ketika itu. Inilah salah satu bukti bahwa jembatan tersebut salah ialah satu kebanggaan peradaban Islam.

Salah satu unsur yang sangat penting dan merupakan bukti peradaban Islam di Cordoba ialah Masjid Jami’ Cordoba. Orang-orang Spanyol menyebutnya dengan istilah “Mezquita” karena kata tersebut berarti masjid dalam bahasa Spanyol.

Di Andalusia, dikenal sebagai masjid yang paling masyhur, bahkan di seluruh Eropa. Sayangnya, saat ini masjid ini dijadikan sebagai katedral.

Masjid ini mulai dibangun pada tahun 170 H / 786 M. oleh Abdurrahman ad-Dakhil, lalu putranya Hisyam dan khalifah-khalifah setelahnya melanjutkan pembangunan masjid ini dengan berkontribusi untuk menambahkan hal baru, memperindah dan juga memperluasnya. Sehingga masjid ini menjadi masjid yang paling indah di Cordoba dan masjid terbesar di dunia saat itu.

Itulah beberapa bukti dari keberadaan salah satu pusat peradaban Islam yang ada di Eropa terkhusus, Spanyol.

Note : Artikel ditulis oleh mahasiswa prodi pendidikan agama islam STAI Al-Azhary Cianjur. Segala bentuk tanggung jawab yang timbul dari tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis. Penulis : M Imam Akhfas, Ihsan Ahmad S, Salsabila M, Siti Fatimah.

 


[1] J. Brand Trend, “Spanyol dan Portugal”, 27

[2] Gustave Le Bon, “Arab Civilization”, hal. 591.

[3] Muhammad Mahir Hamadah, “Al-Maktabat fi Al-Islam”, hal. 99.

[4] Kharidah al-Aja’ib wa Faridah al-Ghara-ib, Hal. 12

«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments:

Leave a Reply