RISDEM, Cianjur - Kali ini saya akan menganalisis
bunga yang di akibatkan dari utang-piutang dengan berbagai implikasinya baik
dari segi ekonomi, produktivitas usaha, dampak kejiwaan, hubungan antar anggota
masyarakat, demikian juga akibatnya terhadap akumulasi utang negara-negara
berkembang.
Ada beberapa syarat utama untuk dapat
memahami bunga dan kaitannya dengan riba, yaitu sebagai berikut.
1. Menghindarkan diri dari "kemalasan
ilmiah" yang cenderung pragmatis dan mengatakan bahwa praktik pembungaan
uang seperti yang dilakukan lembaga-lembaga keuangan ciptaan Yahudi sudah
"sejalan" dengan ruh dan semangat Islam. Para ulama serta cendekiawan
tinggal meletakan stempel saja.
2. Tunduk dan patuh kepada aturan Allah dan
Rasulullah dalam segala aspek, termasuk dimensi ekonomi dan perbankan, seperti
dalam firman Allah SWT,
"Dan, tidaklah patut bagi laki-laki yang
mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya
telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lainnya)
tentang urusan mereka..." (al-ahzab:36)
3. Meyakini dengan sepetuh hati bahwa Allah
SWT tidaklah sekali-kali melarang suatu mekanisme kecuali ada kezaliman
didalamnya.
B. POKOK PERMASALAHAN
Ada beberapa pertanyaan mendasar yang harus
diajukan dalam membahas bunga dan pembiayaan usaha. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut meliputi:
apakah pembayaran bunga atas uang pinjaman
merupakan hal yang wajar? Adilkah bila seseorang yang memberi pinjaman atau
kreditor menuntut pihak berutang (debitor) membayar bunga atas utangnya?
Sebaliknya, adilkah bila orang yang berutang diminta membayar bunga sehingga ia
harus mengembalikan uang lebih banyak dari yang dipinjamnya?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut harus dijawab
lebih dahulu bila kita hendak mengambil sikap yang objektif mengenai bunga.
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut menyelesaikan separo dari masalah
bunga. Bila terbukti bahwa bunga tidak dapat dibenarkan, baik oleh akal maupun
keadilan, mengapa masalah bunga masih menjadi perdebatan?
Banyak pendapat mengenai bunga. Para ahli
pendukung doktrin bunga pun berbeda pandangan soal alasan untuk apa bunga harus
dibayarkan. Sebagian mengatakan bunga merupakan harga. Akan tetapi, harga untuk
apa? Benda berharga apakah yang dibayar oleh pemberi pinjaman (kreditor)
sehingga ia menuntut imbalan uang setiap bulan ataupun setiap tahun? Para pelopor institusi bunga tak dapat mencapai kata
sepakat dalam masalah ini.
C. BUNGA SEBAGAI IMBALAN
SEWA
Uang memiliki karakter
yang berbeda dengan barang dan komoditas lain, baik menyangkut daya tukar yang
dimiliki, kepercayaan masyarakat terhadapnya maupun posisi hukumnya.
Sewa hanya dikenakan
terhadap barang-barang seperti rumah, perabotan, alat transportasi, dan
sebagainya, yang bila digunakan akan habis, rusak, dan kehilangan sebagian dari
nilainya. Biaya sewa layak dibayarkan terhadap barang yabg susut, rusak dan
memerlukan biaya perawatan. Adapun uang tidak dapat dimasukan kedalam kategori
tersebut. Karena itu, menuntut uabg sewa tidak beralasan.
D. BUNGA DAN EGOISME
MORAL-SPIRITUAL
Maulana maududi dalam
bukunya, Riba, menjelaskan bahwa institusi bunga merupakan sumber bahaya dan
kejahatan. Bunga akan menyengsarakan dan menghancurkan masyarakat melalui
pengaruhnya terhadap karakter manusia. Diantaranya, bunga menimbulkan perasaan
cinta terhadap uang dan hasrat untuk mengumpulkan harta bagi kepentingannya
sendiri, tanpa mengindahkan peraturan dan peringatan Allah.
Bunga, disebut Maududi,
menumbuhkan sikap egois, bakhil, berwawasan sempit, serta berhati batu. Seorang
yang membungakan uangnya akan cendrung bersikap tidak mengenal belas kasihan.
1. Hal ini terbukti bila sipeminjam dalam
kesulitan, aset apapun yang ada harus diserahkan untuk melunasi akumulasi bunga
yang sudah berbunga lagi. Ia juga akan terdorong untuk bersikap tamak, menjadi
seorang pecemburu terhadap milik orang lain, serta cendrung menjadi orang yang
kikir.
2. Secara psikologis, praktik pembungaan uang
juga dapat menjadikan seseorang malas untuk menginvestasikan dananya dalam
sektor usaha. Hal ini terbukti pada
krisis ekonomi yang melanda indonesia baru-baru ini. Orang yang memiliki dana
lebih lebih baik tidur dirumah sambil menanti cukuran bunga pada akhir bulan,
karena menurutnya, sekalipun ia tidur, uangnya bekerja dengan kecepatan 60% hingga
70% per tahun.
3. Hidup dalam sistem
ribawi.
E. BUNGA DAN KEZALIMAN
EKONOMI
Ada berbagai jenis
pinjaman sesuai dengan sifat pinjaman dan keperluan si peminjam. Bunga
dibayarkan untuk berbagai jenis utang tersebut.
1. Pinjaman Kaum Dhu'afa
Sebagian besar kam
dhu'afa mengambil pinjaman untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sebagian
pendapatan mereka pun di ambil alih oleh para pemilik modal dalam bentuk bunga.
Jutaan manusia di
negara-negara berkembang menggunakan seluruh hidupnya untuk membayar utang yang
di wariskan kepada mereka. Upah dan gaji mereka umumnya sangat rendah. Pemotong
untuk membayar bunga membuat upah mereka yang tersisa menjadi sangat sedikit
dan memaksa mereka hidup dibawah standar normal.
Pembayaran angsuran
bunga yang berat secara terus menerus terbukti sudah merendahkan standar
kehidupan masyarakat serta menghancurkan pendidikan anak-anak mereka. Di
samping itu, kecemasan terus menerus peminjam juga mempengaruhi efisiensi kerja
mereka. Hal tersebut bukan hanya mempengaruhi kehidupan pribadi dan keluarga
peminjam, namun juga memperlemah perekonomian negara.
Pembayaran bunga juga
menurunkan daya beli di kalangan mereka. Akibatnya, industri yang memenuhi
produk untuk golongan miskin dan menengah akan mengalami penurunan permintaan.
Bila keadaan tersebut terus berlanjut, secara berangsur-angsur tapi pasti, sektor
industri pun akan merosot.
2. Monopoli Sumber Dana
Pinjaman modal kerja
biasanya diajukan oleh para pedagang, pengrajin, dan para petani untuk
tujuan-tujuan yang produktif namun upaya mereka untuk dapat lebih produktif
tersebut sering terhambat atau malah hancur karena penguasaan modal oleh para
kapitalis.
a. Sudah menjadi rahasia
umum bahwa para pengusaha besar dan konglomerat yang dekat dengan sumber
kekuasaan memiliki akses yang kuat terhadap sumberdana. Manuver-manuver
pengusaha besar ini seringkali mengorbankan kepentingan pengusaha dan pengrajin
kecil. Di samping tingkat suku bunga yang lebih besar untuk pengusaha kecil,
tidak jarang konglomerat juga mengambil jatah dan alokasi kredit kecil.
b. Modal tidak
diinvestasikan pada berbagai usaha yang penting dan bermanfaat bagi masyarakat,
melainkan lebih banyak digunakan untuk usaha-usaha spekulatif yang seringkali
membuat keguncangan pasar modal dan ekonomi.
c. Kehancuran sektor
swasta di Indonesia dalam krisis ekonomi pada akhir tahun 1990-an antara lain
disebabkan melonjaknya beban bunga tersebut. Struktur bunga tetap untuk jangka
panjang panjang pun dapat menghancurkan perusahaan yang tengah berkembang bila
keuntungan yang diperolehnya tak cukup untuk menutupi beban bunga tersebut.
3. Pinjaman Pemerintah
Pinjaman pemerintah dikategorikan dalam dua
bentuk. Pertama, pinjaman yang
diperoleh dari dalam negeri. Kedua, pinjaman yang
diperoleh dari kalangan asing atau luar negeri.
a. Pinjaman dalam negeri banyak digunakan
untuk hal yang mendesak dan konsumtif, di antaranya adalah untuk mengatasi
kelaparan dan bencana alam. Pinjaman demikian mempunyai kedudukan yang kurang
lebih sama dengan pinjaman perorangan untuk memenuhi kebutuhan pribadi.
Meminjamkan uang untuk kepentingan demikian
dengan memungut bunga, lebih tidak bermoral ketimbang memberi pinjaman pada
perorangan.
Dengan memberikan pinjaman ini berarti
pemilik modal memungut bunga kepada pemerintah, padahal pemerintah yang
disokong masyarakat luas itu telah memberi perlindungan dan banyak kesempatan
kepadanya untuk menikmati kedudukannya. Dalam hal ini, modal tidak digunakan
untuk usaha-usaha yang dapat mendatangkan keuntungan, melainkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dengan demikian,
sebenarnya, modal hanya berguna bagi para kapitalis sendiri. Dasar untuk
menarik bunga semacam ini jelas tidak dapat dianggap adil. Lebih tidak dapat
diterima lagi bila pinjaman tersebut diperlukan bagi negara untuk menghadapi
ancaman perang. Pada situasi demikian, seluruh kehidupan bangsa dan hak milik
yang ada di negara tersebut tengah terancam. Ketika seluruh masyarakat
mengorbankan harta dan hidupnya untuk mempertahankan keberadaan bangsa,
kalangan kapitalis mencari untung dari situasi tersebut dengan memungut uang
berupa bunga dari pinjaman biaya perang. Ketika masyarakat mempertaruhkan
seluruh yang mereka miliki untuk melindungi kehormatan dan keberadaan bangsa
dan negara. Mereka tidak bersedia membantu walaupun hanya dengan menyisihkan
uang pungutan bunga. Ini sama sekali jauh dari rasa adil dan bijaksana. Para
ahli yang membenarkan pungutan bunga terhadap pinjaman dalam negeri tak dapat
menjelaskan masalah tersebut
b. Pinjaman pemerintah
dari luar negeri mempunyai implikasi serupa dengan pinjaman perorangan maupun
pinjaman nasional, baik pinjaman te digunakan untuk usaha-usaha yang produktif
maupun untuk usaha tidak produktif
Selain akibat ekonomis
dan sosial tersebut, pinjaman luar negeri mempunyai implikasi bagi kedaulatan
suatu negara. Dalam upaya pemulihan ekonomi suatu bangsa yang tengah mengalami
krisis, acapkali bangsa tersebut tak dapat membebaskan diri dari arahan badan-badan
internasional yang sebenarnya merupakan kepanjangan tangan dari kepentingan
negara-negara pemberi pinjaman, padahal kepentingan tersebut belum tentu sesuai
dan malah mungkin bertolak belakang dengan kepentingan bangsa itu. Beberapa
negara bahkan mengalami kehancu ekonomi karena beban utang luar negerinya yang
terlampan besar.
Beban bunga, baik
produktif maupun yang tidak produktif, akan ditanggung oleh masyarakat pembayar
pajak, baik melalui pembayaran pajak langsung maupun tidak langsung. Terdapat
banyak negara misi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidupnya, tetapi harus
membayar beban bunga kepada negara-negara industri pemberi pinjaman.
Note: Artikel ditulis oleh Rani Nur Arini, mahasiswa prodi hukum keluarga islam STAI Al-Azhary Cianjur. Segala bentuk tanggung jawab yang timbul dari tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis.
No comments: