(Foto: Dokumentasi RISDEM)
RISDEM,
Bandung – Perkembangan teknologi digital dan internet
dewasa ini tidak dapat dihindari, setiap aspek kehidupan telah berhasil diganti
atau setidaknya dikolaborasikan dengan teknologi, terutama pada saat Covid-19
ketergantungan manusia pada teknologi semakin besar karena adanya pembatasan
interaksi.
Dalam bidang kenegaraan,
terutama proses pemilihan, peran teknologi sangat penting dalam menunjang
setiap tahapan. Saat ini, penyelenggara pemilu, KPU, telah mengkolaborasikan
teknologi untuk berbagi data-informasi kepada masyarakat luas, mulai dari
program Open Data KPU, SIAKBA, JDIH, SIDALIH, serta PPID sebagai sebuah
kemajuan dalam bidang penyelenggaraan pemilu.
RISDEM menilai, data sebagai
informasi berharga abad ini perlu dikelola dengan maksimal sehingga dapat memudahkan
kinerja. Data Pemilih merupakan informasi mengenai tiap individu yang dinilai
memenuhi syarat memiliki hak pilih dalam pemilihan umum/kepala daerah. Data ini
diambil dari basis data Kemendagri (Dirjen Dukcapil) yang diserahkan kepada KPU
untuk selanjutnya dilakukan verifikasi dan mendapatkan masukan dari masyarakat
sebelum pada akhirnya ditetapkan sebagai daftar pemilih tetap.
Setiap tahun menjelang pemilihan
proses ini berulang demi mendapatkan data terbaru, dan proses yang dilakukan
memakan waktu serta biaya yang tidak sedikit. Kami menilai, perlu diciptakan
sebuah sistem pendataan/pendaftaran pemilih yang baru, lebih efisien dan
akurat. Sebagai alternatif solusi kedepan, pemilihan bisa memaksimalkan fungsi
KTP-el. kartu identitas masyarakat Indonesia ini perlu dikolaborasikan dengan
bentuk digital (KTP-el Digital), sehingga perubahan data yang sangat dinamis
dari masyarakat bisa terekap dengan cepat dan akurat karena proses update data
dilakukan secara mandiri melalui aplikasi berbasis smartphone. Selanjutnya,
data yang sudah terupdate bisa dijadikan patokan bagi daftar pemilih tetap,
dengan cara pemerintah mewajibkan untuk update data menjelang pemilihan dengan
syarat-syarat dokumen tertentu yang diverifikasi pada aplikasi KTP-el Digital.
Dengan demikian, KTP-el bisa
menjadi satu-satunya syarat untuk dapat memilih dalam proses demokrasi di
Indonesia, yang dikolaborasikan dengan mesin pembaca KTP-el yang dilengkapi
dengan data bahwa individu sudah melakukan pemilihan / belum, dan yang
terpenting sistem ini perlu ditunjang dengan e-voting/e-rekapitulasi sehingga
dinamis dalam melakukan pencoblosan.
Sebagai contoh kasus, orang
Bandung yang bekerja di Yogyakarata, melalui skema diatas, dalam pemilu/pilkada
serentak dapat melakukan pemilihan presiden/kepala daerah plus caleg dengan
dinamis karena tidak memerlukan surat suara, cukup tampilan kerta suara online
yang disesuaikan dengan data individu tersebut. Mesin pemilihan tentu saja bisa
diganti alternatif menjadi seperti ATM yang ada dibeberapa titik, diharapkan
dengan adanya sistem seperti ini, efektifitas pemilihan, rekapitulasi suara,
dan partisipasi pemilih dapat meningkat.
Meskipun demikian, hal ini bukan
tanpa celah. Perlu adanya kajian serius terutama dalam hal keamanan data,
kerahasiaan pilihan yang dijamin, sistem yang digunakan, serta tak luput dari
biaya yang besar dan kesiapan penyelenggaran serta masyarakat.
Meskipun ada beberapa catatan,
namun kiranya tak bisa dielakan lagi bahwa trend kedepan pemilihan akan menjadi
digital. Hal yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut ialah dilakukan
percobaan-percobaan pada skala yang lebih kecil untuk menguji sistem dan
praktik di lapangan. Pilkades, Pemilihan Ketua Osis/BEM, pemilihan organisasi
swadaya masyarakat yang dipilih secara sukarela untuk menerapkan hal tersebut,
bisa menjadi ‘eksperimen’ sempurna dalam mematangkan sistem pemilihan nasional
kita. (adm/RSDM)
No comments: